Thursday, June 9, 2011

TUGAS 4 : SOP
A. PERAWATAN GANGREN DIABETIKUM

Penyembuhan luka selalu terjadi melalui tahapan yang berurutan mulai dari proses inflamasi, proliferasi, pematangan dan penutupan luka. Pada gangren, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang memadai.
Prinsip dasar pengelolaan gangren diabetik, adalah :
1. Evaluasi keadaan luka dengan cermat keadaan klinis luka
dalamnya luka gambaran radiologi (adakah benda asing, osteomielitis, gas subkutis)
lokasi luka vaskularisasi luka
2. Pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya
3. Debridement luka yang adekuat dan radikal, sampai bagian yang hidup
4. Biakan kuman baik aerob maupun anaerob
5. Antibiotik yang adekuat
6. Perawatan luka yang baik, balutan yang memadai sesuai dengan tingkat keadaan luka
7. Mengurangi edema
8. Non weight bearing : tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki khusus, total contact casting
9. Perbaikan sirkulasi-vasculer surgery
10. Tindakan bedah rehabilitatif untuk memperbaiki kemungkinan dan kecepatan penyembuhan
11. Rehabilitasi

Peran perawat dalam perawtan luka ganren adalah mencegah komplikasi akibat luka gangren dengan menerapkan teknik aseptik pada tiap perawatan luka, selain itu perawat harus mampu menjadi educator bagi pasien, dan memberi asuhan keperawatan secara holistik.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PERAWATAN GANGREN DIABETIKUM

Cara perawatan gangren diabetik :
1. Persiapan bahan dan alat :
· Pinset anatomi 1 buah dan pinset cirurgis 1 buah
· Gunting Arteri 1
· Cucing
· Persegi satu buah
· Kom satu buah
· Bengkok
· Larutan NaCl 0,9 %
· Sarung tangan satu pasang
· Spuit 50 cc
· Kassa
· Alkohol 70 %
· Metronidazole powder
· Duoderm gel
· Kaltostat, Aquacel
· Pembalut Duoderm CGF
· Duoderm Paste
· Duk steril

2. Tindakan
1) Letakkan cucing (dua buah), kapas, kassa, pinset anatomis, gunting di atas duk steril.
2) Isi cucing dengan kapas dan larutan NaCl
3) Cuci luka dengan cairan NS (NaCl 0,9%) sambil digosok secara lembut dengan tangan yang terbungkus sarung tangan

4) Jika luka beronggagunakan tube (NSV bayi atau folley kateter anak) & spuit 50 cc
5) Keringkan luka dgn kassa secara lembut (ditutul), jangan digosok.
6) Bersihkan kulit utuh sekeliling luka dgn alkohol 70% (radius 3-5cm dari tepi luka)
7) Taburi dasar luka dgn metronidazole powder (500 mg) secara merata untuk mengurangi bau pada luka.

8) Isi rongga luka/dasar luka dengan Duoderm Hydroactive gel sampai 1/2 kedalaman rongga luka
9) Campurkan Duoderm Hydroactive gel dengan metronidazole powder (500mg) dlm cucing steril.
10) Isikan ke dalam luka sampai terisi ½ kedalaman luka
11) Tutup luka dengan absorbent dressing:
· Kaltostat
· Aquacel
12) Masukkan Kaltostat rope / Aquacel (absorbent as primary dressing) ke dalam rongga luka (fill dead space) & di atas luka untuk mengabsorbsi exudate yg berlebihan.
13) Sisakan 1 cm absorbent dari tepi rongga luka.
14) Tutup dgn pembalut: Duoderm CGF Extrathin secara tepat untuk memberikan moist environment. Jangan menarik pembalut.
15) Berikan penekanan ringan secara merata pada pembalut selama 30 detik agar melekat rata dipermukaan kulit
16) Jika warna dasar luka merah (granulasi) namun masih cekung beri Duoderm Paste scr merata diatas permukaan luka.
17) Tutup absorbent jika perlu.
18) Tutup dgn Duoderm CGF secara tepat

19) Ganti pembalut jika telah jenuh oleh exudate.
20) Jadwal penggantian balutan dapat ditentukan setiap 3 - 7 hari sekali, tergantung warna dasar luka dan jumlah exudate.

3. Dokumentasi keadaan luka, dan perawatan luka
Sebagai educator bagi pasien, perawat memberi informasi tentang pentingnya nutrisi bagi kesembuhan luka dan pemberian terapi antibiotik. Penderita gangren disarankan untuk tirah baring, dan menhjaga kesehatan (terutama gula darahnya). Nutrisi yang diberikan harus sesuai prinsip 3 J (Jumlah kalori, Jadwal diit, dan Jenis makanan).
Pencegahan jauh lebih disukai daripada penyembuhan. Beberapa faktor resiko untuk penyakit vaskuler perifer pada pasien DM tidak dapat diobati, misalnya usia dan lamanya menderita DM, tetapi banyak faktor resiko laon yang dapat ditangani misalnya merokok, hipertensi, hiperlipidemia, hiperglikemia, dan obesitas.
Pendidikan tentang perawatan kaki merupakan kunci mencegah ulserasi kaki.Perawatan kaki dimulai dengan mencuci kaki dengan benar, mengeringkan dan menminyakinya (menggunakan lotion), kemudian inspeksi kaki tiap hari (periksa adanya gejala kemerahan, lepuh, fisura, kalus atau ulserasi), memotong kuku dengan hati-hati. Pasien disarankan untuk mengenalan sepatu yang pas dan tertutup pada bagian jari kaki. Perilaku beresiko tinggi harus dihindari, misalnya : berjalan tanpa alas kaki, menggunakan bantal pemanas pada kaki, mengenakan sepat terbuka pada bagian jarinya, memangkas kalus.

B. CARA PEMBERIAN INSULIN
Insulin kerja singkat :
· IV, IM, SC
· Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )
· Jangan bersama darah ( mengandung enzim merusak insulin )
Insulin kerja menengah / panjang :
· Jangan IV karena bahaya emboli.

Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.

Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah
< 60 mg % = 0 unit < 200 mg % = 5 – 8 unit 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit 300 – 350 mg% = 20 unit > 350 mg% = 20 – 24 unit

Teknik Penyuntikan Insulin
Sebelum menggunakan insulin, diabetesein ataupun keluarga tentunya perlu untuk diberikan pengetahuan dan wawasan mengenai cara dan prosedur menyuntikkan insulin eksogen;
1. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik haruslah bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan kapas bersih dan steril.
2. Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.
3. Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara perlahan-lahan denga kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan kembali suspensi. (Jangan dikocok).
4. Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke dalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila akan dipakai campuran insulin
5. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih dahulu.
6. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung gelembung atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang ada sebenarnya tidaklah terlalu membahayakan, namun dapat mengurangi dosis insulin.
7. Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya suntikan dengan sudut 90 derajad. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit dan insulin disuntikkan dengan sudut 45 derajat agar tidak terjadi penyuntikkan otot (intra muskular).

Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan insulin. Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah, hindarilah penyuntikkan pada daerah perut.
Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas dan paha. Insulin akan lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan digerak-gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat mengurangi variasi penyerapan.
Penyuntikkan insulin selalu di daerah yang sama dapat merangsang terjadinya perlemakan dan menyebabkan gangguan penyerapan insulin. Daerah suntikkan sebaiknya berjarak 1inchi (+ 2,5cm) dari daerah sebelumnya.
Lakukanlah rotasi di dalam satu daerah selama satu minggu, lalu baru pindah ke daerah yang lain.

Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut:

1. Menyuntik dengan suhu kamar
2. Pastikan bahwa dalam alat suntik tidak terdapat gelembung udara
3. Tunggulah sampai alkohol kering sebelum menyuntik
4. Usahakanlah agar otot daerah yang akan disuntik tidak tegang
5. Tusuklah kulit dengan cepat
6. Jangan merubah arah suntikkan selama penyuntikkan atau mencabut suntikan
7. Jangan menggunakan jarum yang sudah tampak tumpul

Jenis alat suntik (syringe) insulin
1) Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah dan sering menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak pasien diabetes yang menggunakan lebih dari sekali pakai, sangat disarankan hanya dipakai sekali saja setelah itu dibuang
2) Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan kebanyakan pasien diabetes lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah dan menyenangkan karena nyaris tidak menimbulkan nyeri. Alat ini menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal.
3) Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk mneyediakan insulin secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan kepada pasien diabetes (melalui suatu tabung dan jarum). Gula (Glucose) darah terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan.
Penyimpanan Insulin Eksogen
a. Bila belum dipakai :
Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti di lemari pendingin, namun hindari freezer.
b. Bila sedang dipakai :
- Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu, tetapi janganlah terkena sinar matahari.
- Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas biologik sampai 100 kai dari biasanya.
- Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di lemari pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.
- Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh dan gelap.

Efek samping penggunaan insulin

* Hipoglikemia
* Lipoatrofi
* Lipohipertrofi
* Alergi sistemik atau lokal
* Resistensi insulin
* Edema insulin
* Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada 25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.
Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal, gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan shock yang diakhiri kematian.

Interaksi
Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan, kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormon-hormon ini perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin.
Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin dalam plasma dan mungkin memperlihatkan efek hipoglikemik.
Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat adrenoseptor ß, obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi efek hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan fenfluramin.
TUGAS 4: PENYAKIT PADA PANKREAS II

C. Kanker Pankreas (Ca Pankreas)
1. Pengertian
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama: menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari). (Sylvia, 2006). Kanker berawal dari kerusakan materi genetika atau DNA (Deoxyribo Nuclead Acid) sel. Satu sel saja yang mengalami kerusakan genetika sudah cukup untuk menghasilkan suatu jaringan baru, sehingga kanker disebut juga penyakit seluler (Tjokronegoro, 2001). Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal. (Doegoes, 2000).
Kanker Pankreas merupakan tumor ganas yang berasal dari sel-sel Yang melapisi saluran pankreas. Sekitar 95% tumor ganas pankreas merupakan adenokarsinoma. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada laki-laki dan agak lebih sering menyerang orang kulit hitam. Tumor ini jarang terjadi sebelum usia 50 tahun dan rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada penderita yang berumur 55 tahun. (Brunner & Suddarth, 2001).

2. Etiologi
Adapun etiologi dari Kanker Pankreas yaitu :
a. Faktor Resiko Eksogen.
Merupakan adenoma yang jinak dan adenokarsinoma yang ganas yang berasal dari sel parenkim (asiner atau sel duktal) dan tumor kistik. Yang termasuk factor resiko eksogen adalah makanan tinggi lemak dan kolesterol, pecandu alkohol, perokok, orang yang suka mengkonsumsi kopi, dan beberapa zat karsinogen.
b. Faktor Resiko Endogen
Contohnya : Penyakit DM, pankreatitis kronik, kalsifikasi pankreas (masih belum jelas, Setyono, 2001)
Penyebaran kanker/tumor dapat langsung ke organ di sekitarnya atau melalui pembuluh darah kelenjar getah bening. Lebih sering ke hati, peritoneum, dan paru. Tapi agak jarang pada adrenal, Lambung, duodenum, limpa. Kolestasis Ekstrahepatal. Kanker di kaput pankreas lebih banyak menimbulkan sumbatan pada saluran empedu disebut Tumor akan masuk dan menginfiltrasi duodenum sehingga terjadi perdarahan di duodenum. Kanker yang letaknya di korpus dan kauda akan lebih sering mengalami metastasis ke hati, bisa juga ke limpa. (Setyono, 2001)

3. Gejala Klinis
Penyakit kanker pankreas dapat tumbuh pada setiap bagian pankreas, adalah pada bagian kaput, korpus atau kauda dengan menimbulkan gejala klinis yang bervariasi menurut lokasi lesinya dan bagaiman pulau langerhans yang mensekresikan insulin. Tumor yang berasal dari kaput pankreas (yang merupakan lokasi paling sering) akan memberikan gambaran klinik tersendiri. Dalam kenyataannya, karsinoma pankreas memiliki angka keberhasilan hidup 5 tahunan, paling rendah bila dibandingkan dengan karsinoma lainnya. (Tjokronegoro, 2001)
Gejala khas yaitu :Nyeri pada abdomen yag hebat khususnya pada epigastrium. Rasa sakit dan nyeri tekan pada abdomen yang juga disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Karena sumbatan pada duktus koledikus Ikterus .
Kadang-kadang timbul perdarahan gastrointestinal yang terjadi akibat erosi pada duodenum yang disebabkan oleh tumor pankreas.Gangguan rasa nyaman menyebar sebagai rasa nyeri yang menjengkelkan ke bagian tengah punggung dan tidak berhubungan dengan postur tubuh maupun aktivitassinoma pankreas. Serangan nyeri dapat dikurangi dengan duduk membungkuk.
Dimana sel-sel ganas dari kanker pancreas. Umumnya terjadi ansietas sering terlepas dan masuk ke dalam rongga peritoneum sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya metastasis. Timbulnya gejala defisiensi insulin yang terdiri atas glukosuria, Diabetes dapat hiperglikemia dan toleransi glukosa yang abnormal menjadi tanda dini kanker pankreas.

4. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
Anemia karena terjadi defisiensi zat besi, nutrisi, perdarahan per anal.
· Amylase serum meningkat.
· TES faal hati bilirubin, serum, SGT, SGOT
· Kadar glukosa darah > 20 %.
2) Pemeriksaan Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen akan terasa suatu massa epigastrium. Letak tumor pada peritoneal. Pada beberapa pasien dapat di raba adanya pembesaran kandung empedu, hepatomegali (akibat bermetastasis). Bila ditemukan asites maka akan terjadi invasi ke peritoneum.
3) Pemeriksaan Radiologi
Yang paling baik adalah dengan menggunakan ERCP (Endoscopic Retrogade Cholangi
Dengan memasukkan media control ke dalam canula melalui papilla vateri PTCè merupakan tindakan® Duodenoskop èke dalam duktus pankreatikus. lain yang dapat dilakukan®(Percutaneous Transhepatic Cholangiography) untuk mengenali obstruksi saluran empedu oleh tumor pankreas. Apabila ada tanda kolestasis ekstrahepatik di ujung duktus koledikus yang ®tumpul. Ultrasonografi
a) Tanda Primer yaitu pembesaran local pankreas, densitas gema massa yang tampak rendah homogen, pelebaran saluran pankreas pada kaput timbul gejala pelebaran saluran empedu.
b) Tanda sekunder
4) Pemeriksaan Endoskopi
Akan tampak pendesakan antrum lambung ke ventral.
a) Duodenoskopi
Bila terlihat pembesaran organ di sekitar kurva duodenal yang berbenjol, dengan disertai vaskularisasi.
b) Laparaskopi
5) Pemeriksaan CT
Dapat dilakukan untuk menentukan apakah tumor tersebut masih dapat diangkat melalui pembedahan. Pada pelebaran saluran pankreas sebagai akibat sumbatan di kaput.
6) Terapi dengan Suportif
Untuk pasien yang sudah memperlihatkan tanda kolestasis ekstrahepatik maka dilakukan dekompresi dengan cara pengisapan cairan empedu.
7) Prognosis
Pada fase lanjut, prognosis jelek terutama pada pasien yang sama sekali Bila yang masih dikpresi, hidupnya®tidak mendapatkan terapi apapun. dapat diperpanjang

5. Penatalaksanaan
Tindakan bedah yang harus dilakukan biasanya cukup luas jika kita ingin mengangkat tumor terlokalisir yang masih dapat direseksi. Namun demikian, terapi bedah yaitu definitive (eksisi total lesi) . sering tidak mungkin dilakukan karena pertumbuhan yang sudah begitu luas.
Tindakan bedah tersebut sering terbatas pada tindakan paliatif.
Meskipun tumor pankreas mungkin resisten terhadap terapi radiasi standar, pasien dapat diterapi dengan radioterapi dan kemoterapi (Fluorourasil, 5-FU) . jika pasien menjalani pembedahan, terapi radiasi introperatif (IORT = Intraoperatif Radiation Theraphy) dapat dilakukan untuk memberikan radiasi dosisi tinggi pada jaringan tumor dengan cedera yang minimal pada jaringan lain serta dapat mengurangi nyeri pada terapi radiasi tersebut.

6. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada pasien kanker pankreas yaitu :
1) Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan obstruksi saluran cerna.
3) Nutrisi, perubahan berhubungan dengan penurunan pemasukan oral.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi penyakit atau ketidaktahuan tentang penyakit tersebut.

7. Intervenís
1) Diagnosa Keperawatan 1
Tujuan : Kontrol nyeri maksimum dengan pengaruh minimum
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan tidak ada nyeri
Intervensi :
a) Tentukan riwayat nyeri, mis: Lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas
b) Evaluasi terapi tertentu, mis : pembedahan,radiasi, kemoterapi.
c) Berikan tindakan kenyamanan dasar (mis : reposisi) dan aktivitas hiburan Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan.
d) Evaluasi penghilang nyeri/control.
2) Diagnosa Keperawatan 2
Tujuan : Kebutuhan jaringan metabolic di tingkatkan begitu juga dengan cairan
Dapat mentriger respons mual/muntah. Mual/muntah psikogenik terjadi sebelum kemoterapi mulai secara umum tidak berespons terhadap obat antiemetic
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan perasaan nyaman dan bertenaga
Intervensi :
1. Pantau masukan makanan setiap hari, biarkan pasien menyimpan buku harian tentang makanan sesuai indikasi.
2. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan masukan cairan adekuat.
3. Control faktor lingkungan
4. Mengidentifiksikan kekuatan/defisiensi nutrisi
5. Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang di antisipasi.
3) Diagnosa Keperawatan 3
Tujuan : Membantu dalam memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko efek samping yg membahayakan.
Kriteria Hasil : Menunjukkan keadekuatan volume sirkulasi.
Intervensi :
1. Pantau masukan dan haluan dan berat jenis.
2. Pantau tanda vital.
3. Dorong peningkatan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi individu. Keseimbangan cairan negative terus-menerus, menurunkan haluan renal.
4. Observasi terhadap kecenderungan perdarahan.
4) Diagnosa Keperawatan 4
Tujuan : Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi, dan kesenjangan
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan rasa keingintahuannya tentang penyakit yang dideritanya dan klien mengerti tentang penyakitnya.
Intervensi :
1. Tinjau ulang pasien/orang terdekat pemahaman diagnosa.
2. Tentukan persepsi pasien tentang kanker dan pngobtan kanker.
3. Berikan pedoman antisipasi pada pasien/orang terdekat mengenai menvalidasi tingkat pemahaman saat ini.
4. Mengidentifikasi kebutuhan belajar.
5. Membantu mengidentifikasi ide, sikap, rasa takut, kesalahan konsepsi

D. Insulinoma
1. DEFINISI
Insulinoma merupakan tumor pankreas yang jarang terjadi, dimana tumor ini menghasilkan insulin, suatu hormon yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah. Hanya 10% insulinoma yang bersifat ganas.
2. PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi resiko terjadinya insulinoma meningkat pada penderita neoplasia endokrin multipel tipe I.
3. GEJALA
Gejala-gejalanya disebabkan oleh rendahnya kadar gula dalam darah. Gejala ini muncul jika penderita tidak makan selama berjam-jam, dan paling sering timbul di pagi hari setelah puasa semalaman. Gejalanya mirip dengan kelainan psikis dan kelainan saraf, yaitu:
· sakit kepala
· linglung
· gangguan penglihatan
· kelemaha otot
· goyah
· perubahan kepribadian.
Rendahnya kadar gula darah bisa menyebabkan penurunan kesadaran, kejang dan koma.Gejala-gejala yang menyerupai kecemasan atau panik adalah:
· pingsan
· lemah
· gemetar
· palpitasi (jantung berdebar-debar)
· berkeringat
· rasa lapar
· gugup.

4. DIAGNOSA
Diagnosis insulinoma mungkin agak sulit. Penderita biasanya diminta untuk berpuasa minimal selama 24 jam, kadang sampai 72 jam dan dipantau secara ketat, kalau perlu dirawat di rumah sakit. Setelah berpuasa, biasanya gejala-gejala akan muncul dan dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar gula dan kadar insulin. Adanya insulinoma ditunjukkan dengan kadar gula yang sangat rendah dan kadar insulin yang tinggi. Lokasi dari insulinoma ditentukan melalui pemeriksaan CT scan dan USG.
5 PENGOBATAN
Insulinoma diobati melalui pembedahan.

E. KETOASIDOSIS METABOLIK
1. Pengertian Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetesketergantungan insulin.
2. Etiologi Diabetik Ketoasidosis
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor :
· Infeksi
· Stress fisik dan emocional
· respons hormonal terhadap stress mendorong peningkatan proses katabolic
· Menolak terapi insulin
3. Diagnosa Keperawatan Diabetik Ketoasidosis
a) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau mental
b) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
c) Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi
d) Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
e) Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hipermetabolik/infeksi
f) Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, ketergantungan pada orang lain
g) Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan berhubungan dengan kesalahan menginterpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi

4. Rencana Keperawatan
a) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual
Batasan karakteristik :
· Peningkatan urin output
· Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
· Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
· Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
Kriteria Hasil :
· TTV dalam batas normal
· Pulse perifer dapat teraba
· Turgor kulit dan capillary refill baik
· Keseimbangan urin output
· Kadar elektrolit normal
Intervensi :
1. Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
Rasional :
Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkatkan pengeluaran cairan insensibel.
2. Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatik
Rasional :
Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Hipovolemia berlebihan dapat ditunjukkan dengan penurunan TD lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
3. Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton
Rasional :
Pelepasan asam karbonat lewat respirasi menghasilkan alkalosis respiratorik terkompensasi pada ketoasidosis. Napas bau aceton disebabkan pemecahan asam keton dan akan hilang bila sudah terkoreksi
4. Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis
Rasional :
Peningkatan beban nafas menunjukkan ketidakmampuan untuk berkompensasi terhadap asidosis
5. Observasi ouput dan kualitas urin.
Rasional :
Menggambarkan kemampuan kerja ginjal dan keefektifan terapi
6. Timbang BB
Rasional :
Menunjukkan status cairan dan keadekuatan rehidrasi
7. Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
Rasional :Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi volume
8. Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emocional
Rasional :Mengurangi peningkatan suhu yang menyebabkan pengurangan cairan, perubahan emosional menunjukkan penurunan perfusi cerebral dan hipoksia
9. Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi lambung
Rasional :Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, sering menimbulkan muntah dan potensial menimbulkan kekurangan cairan & elektrolit
10. Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler.
Rasional :Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat mungkin sangat berpotensi menimbulkan beban cairan dan GJK
Kolaborasi:
11. Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa
Rasional :Pemberian tergantung derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual
12. Albumin, plasma, dextran
Rasional :Plasma ekspander dibutuhkan saat kondisi mengancam kehidupan atau TD sulit kembali normal
13. Pertahankan kateter terpasang
Rasional :Memudahkan pengukuran haluaran urin
14. Pantau pemeriksaan lab :
· Hematokrit. Rasional : Mengkaji tingkat hidrasi akibat hemokonsentrasi
· BUN/Kreatinin, Rasional : Peningkatan nilai mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau awitan kegagalan ginjal
· Osmolalitas darah, Rasional : Meningkat pada hiperglikemi dan dehidrasi
· Natrium, Rasional : Menurun mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik), tinggi berarti kehilangan cairan/dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespons terhadap sekresi aldosteron
· Kalium, Rasional : Kalium terjadi pada awal asidosis dan selanjutnya hilang melalui urine, kadar absolut dalam tubuh berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi kekurangan kalium terlihat
15. Berikan Kalium sesuai indikasi
Rasional :Mencegah hipokalemia
16. Berikan bikarbonat jika pH <7,0
Rasional : Memperbaiki asidosis pada hipotensi atau syok
17. Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi
Rasional :Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah
b) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupaninsulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Batasan karakteristik :
· Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang nafsu makan
· Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk
· Diare
Kriteria hasil :
· Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
· Menunjukkan tingkat energi biasanya
· Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal
Intervensi :
1. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
Rasional :Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilitasnya
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan
Rasional :Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik
3. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi
Rasional :Hiperglikemia dan ggn keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik)yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4. Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi
Rasional :Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik
5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
Rasional :Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
6. Observasi tanda hipoglikemia
Rasional :Hipoglikemia dapat terjadi karena terjadinya metabolisme karbohidrat yang berkurang sementara tetap diberikan insulin , hal ini secara potensialdapat mengancam kehidupan sehingga harus dikenali
Kolaborasi :
7. Pemeriksaan GDA dengan finger stick. Rasional : Memantau gula darah lebih akurat daripada reduksi urine untuk mendeteksi fluktuasi
8. Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3. Rasional : Memantau efektifitas kerja insulin agar tetap terkontrol
9. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional : Mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemi
10. Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin normal. Rasional : Larutan glukosa setelah insulim dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl. Dengan mertabolisme karbohidrat mendekati normal perawatan harus diberikan untuk menhindari hipoglikemia
TUGAS 4: PENYAKIT PADA PANKREAS I
A. PANKREATITIS AKUT
1. Pengertian
Pankreatitis akut merupakan keadaan inflamasi pankreas yang bersifat reversibel.
2. Etiologi
Faktor-faktor etiologik pada pankreatitis akut yaitu:
a. Metabolik
1) Alkoholisme
2) Hiperlipoproteinemia
3) Hiperkalsemia
4) Obat-obatan (misalnya, diuretik tiazid)
5) Genetik
b. Mekanis
1) Trauma
2) Batu empedu
3) Jejas iatrogenic
a) Jejas perioperatif
b) Prosedur endoskopik dengan penyuntikan zat warna
c. Vaskuler
1) Syok
2) Atheroembolisme
3) Poliarteritis nodosa
d. Infeksi
1) Parotitis (mumps)
2) Coxsackievirus
3) Mycoplsma pneumoniae

3. Manifestasi Klinik
Nyeri abdomen yang hebat merupakan gejala utama pankreatitis. Rasa sakit dan nyeri tekan pada abdomen yang disertai nyeri pada punggung, terjadi akibat iritasi dan edema pada pankreas yang mengalami inflamasi tersebut sehingga timbul rangsangan pada ujung-ujung saraf. Peningkatan tegangan pada kapsul pankreas dan obstruksi duktus pankreatikus juga turut manimbulkan rasa sakit. Secara khas rasa sakit terjadi pada bagian tengah ulu hati (midepigastrium). Awitannya sering bersifat akut dan terjadi 24 hingga 48 jam setelah makan atau setelah mengkonsumsi minuman keras; rasa sakit ini dapat bersifat menyebar dan sulit ditentukan lokasinya. Umumnya rasa sakit semakin parah setelah makan dan tidak dapat diredakan dengan pemberian antasid. Rasa sakit dapat disertai dengan distensi abdomen, adanya massa abdominal yang dapat diraba tetapi batasnya tidak jelas, dan dengan penurunan peristaltis.
Perut yang kaku atau mirip papan dapat terjadi dan merupakan tanda yang fatal. Namun demikian, abdomen dapat tetap lunak jika tidak terjadi peritonitis. Ekimosis (memar) di daerah pinggang dan di sekitar umbilikus merupakan tanda yang menunjukkan adanya pankreatitis hemoragik yang berat.
Mual dan muntah umumnya dijumpai pada pankreatitis akut. Muntahan biasanya berasal dari isi lambung tetapi juga dapat mengandung getah empedu. Gejala panas, ikterus, konfusi dan agitasi dapat terjadi.
Hipotensi yang terjadi bersifat khas dan mencerminkan keadaan hipovolemia serta syok yang disebabkan oleh kehilangan sejumlah besar cairan yang kaya protein karna cairan ini mengalir ke dalam jaringan dan rongga peritoneum. Pasien dapat mengalami takikardi, sianosis dan kulit yang dingin serta basah disamping gejala hipotensi.
Gangguan pernapsan serta hipoksia lazim terjadi, dan pasien dapat memperlihatkan gejala infiltrasi paru yang difus, dispnu, takipnu dan hasil pemeriksaan gas darah abnormal.

4. Patofisiologi
Pankreas menyekresikan sejumlah enzim; amilase dan lipase disekresikan dalam bentuk aktif sementara protease, elastase dan fosfolipase disekresikan sebagai proenzim yang dalam keadaan normal harus diaktifkan oleh tripsin di dalam duodenum. Tripsin sendiri normalnya diaktifkan oleh enteropeptidase duodenal. Patogenesis pankreatitis akut berpusat pada aktivitas tripsin yang tidak tepat di dalam pankreas; tripsin yang sudah diaktifkan tersebut akan mengubah (i) berbagai proenzim menjadi aktif (ii) prekalikrein menjadi kalikrein yang akan mengaktifkan sistem kinin serta pembekuan. Hasil nettonya berupa inflamasi pankreas dan trombosis. Ciri-ciri pankreatitis meliputi proteolisis jaringan, lipolisis dan perdarahan, terjadi karna efek destruktif enzim-enzim pankreas yang dilepas dari sel-sel asiner.
Mekanisme yang dikemukakan untuk aktivitas enzim pankreas meliputi hal-hal berikut ini:

1. Obstruksi duktus penkreatikus. Batu empedu dapat terjepit di dalam ampula Vateri; di sebelah proksimal obstruksi, cairan kaya enzim menumpuk dan menimbulkan jejas parenkim pankreas. Leukosit dalam jaringan parenkim akan melepaskan sitokin proinflamatorik yang menggalakkan inflamasi local dan edema.
2. Jejas primer sel asiner. Keadaan ini dapat disebabkan oleh kerusakan karna virus (parotitis), obat-obatan, trauma atau iskemia.
3. Defek transportasi-intraseluler proenzim. Enzim-enzim eksokrin pankreas mengalami kesalahan arah dalam perjalanannya, yaitu menuju lisosom dan bukan menuju sekresi; hidrolisis proenzim di dalam lisosom akan menyebabkan aktivitas dan pelepasan enzim.
4. Alkohol dapat meningkatkan jejas sel asiner lewat perjalanan proenzim intraseluler yang salah arah dan pengendapan sumbatan protein yang mengental serta bertambah banyak di dalam duktud pankreatikus sehingga terjadi inflamasi dan obstruksi lokal.
5. Pankreatitis herediter ditandai oleh serangan rekuren pankreatitis yang hebat dan sudah di mulai sejak usia kanak-kanak. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi germ line (garis-turunan sel tunas) pada:

1) Gen tripsinogen kationik (PRSS1), menimbulkan kehilangan suatu tempat pada tripsin yang esensial untuk inaktivasi enzim itu sendiri (mekanisme pengaman yang penting untuk mengatur aktivitas enzim tripsin).
2) Gen inhibitor protease serin, Kazal tipe I (SPINK1), yang menimbulkan protein yang cacat sehingga tidak lagi mampu memperlihatkan aktivitas tripsin.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien pankreatitis akut bersifat asimtomatik dan ditujukan untuk mencegah atau mengatasi komplikasi. Semua asupan peroral harus dihentikan untuk menghambat stimulasi dan sekresi pankreas. Pelaksanaan TPN (total parenteral nutrition) pada pankreatitis akut biasanya menjadi bagian terapi yang penting. Pemasangan NGT dengan pengisapan (suction) isi lambung dapat dilakukan untuk meredakan gejala mual dan muntah, mengurangi distensi abdomen yang nyeri dan ileus paralitik, serta untuk mengeluarkan asam hidroklorida agar asam ini tidak kembali mengalir kedalam duodenum serta menstimulasi pankreas. Preparat simetidin (Tagamet) juga digunakan untuk menurunkan sekresi asam hidroklorida.
Penanganan Nyeri. Pemberian obat pereda nyeri yang adekuat merupakan tindakan yang esensial dalam perjalanan penyakit pankreatitis akut karna akan mengurangi rasa nyeri dan kegelisahan yang dapat menstimulasi sekresi pankreas. Penggunaan morfin dan turunannya harus dihindari karna preparat ini dapat menyebabkan spasme sfingter Oddi. Antiemetik dapat diberikan untuk mencegah muntah.
Perawatan Intensif. Koreksi terhadap kehilangan cairan serta darah dan kadar albumin yang rendah diperlukan untuk mempertahankan volume cairan dan mencegah gagal ginjal akut.
Perawatan Respiratorius. Perawatan respiratorius yang agresif diperlukan karna resiko untuk terjadinya elevasi diafragma, infiltrasi serta efusi dalam paru, dan atelektasis cenderung tinggi. Hipoksemia terjadi dengan frekuensi yang bermakna pada penderita pankreatitis akut sekalipun pada pemeriksaan sinar-X tidak tampak adanya kelainan. Perawatan respiratorius dapat berkisar dari pemantauan gas darah arteri yang ketat, pemberian oksigen hingga intubasi dan ventilasi mekanis.
Drainase Bilier. Pemasangan drain bilier (untuk drainase eksternal) dan stent (selang indwelling) dalam duktus pankreatikus melalui endoskoppi telah dilakukan dengan keberhasilan yang terbatas. Terapi ini akan membentuk kembali aliran pankreas dan akibatnya, akan mengurangi rasa sakit serta menaikkan berat badan.
Intervensi Bedah. Meskipun pasien yang berada dalam keadaan sakit berat mempunyai resiko bedah yang buruk, namun pembedahan dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa pankreatitis (laparatomi diagnostik), untuk membentuk kembali drainase pankreas atau untuk melakukan reseksi atau pengangkatan jaringan pankreas yang nekrotik. Pasien yang menjalani operasi pankreas dapat memiliki lebih dari satu drain yang terpasang pada tempat pascaoperatif dan luka insisi terbuka, yang dirigasi dan diganti balutannya setiap 2 sampai 3 hari sekali untuk menghilangkan debris nekrotik.
Penatalaksanaan Pasca-akut. Antasid dapat diberikan ketika gejala akut pankreatitis mulai menghilang. Pemberian makanan yang rendah lemak dan protein dimulai secara bertahap.

B. PANKREATITIS KRONIK
1. Pengertian
Pankreatitis kronik diartikan sebagai destruksi parenkim eksokrin pankreas yang ireversibel.
2. Etiologi
Keadaan yang paling sering menyebabkan pankreatitis kronik adalah alkoholisme. Penyebab lain adalah hiperkalsemia, hiperlipidemia, pankreas divisum, pankreatitis herediter dan malnutrisidefisiensi-protein.

3. Manifestasi Klinik
Pankreatitis kronik ditandai oleh serangan nyeri yang hebat di daerah abdomen dan punggung, disertai muntah. Dengan semakin berlanjutnya penyakit, serangan nyeri yang berulang-ulang tersebut terasa semakin hebat, semakin sering dan lama. Sebagian pasien mengeluhkan nyeri hebat; yang lain merasakan nyeri tumpul, konstan dan membandel.
Penurunan berat badan merupakan masalah utama pada pankreatitis kronik. Hal ini disebabkan oleh penurunan asupan makanan akibat anoreksia atau perasaan takut bahwa makan akan memicu serangan berikutnya. Malabsorpsi terjadi kemudian pada penyakit tersebut ketika fungsi pankreas mash tersisa 10%. Akibatnya, proses pencernaan bahan makanan, khususnya protein dan lemak akan terganggu. Defekasi akan terjadi lebih sering dan feses menjadi berbuih serta berbau busuk akibat gangguan pencernaan lemak yang menyebabkan feses tersebut banyak mengandung lemak. Keadaan ini disebut steatore. Dengan semakin berlanjutnya proses penyakit, kalsifikasi pada kelenjar pankreas dan terbentuknya batu kalsium di dalam saluran kelenjar dapat terjadi.

4. Patofisiologi
Pankreas mengalami kehancuran anatomis dan fungsional yang progresif. Dengan digantikannya sel-sel pankreas (sel-sel asiner pankreas) yang normal oleh jaringan ikat akibat serangan pankreatitis berulang-ulang dan efek toksik dari alkohol dan metabolitnya, maka tekanan dalam pankreas akan meningkat. Hasil akhirnya adalah obstruksi mekanis duktus pankreatikus, koledokus dan duodenum. Di samping itu akan terjadi pula atrofi epitel duktus tersebut, inflamasi dan destruksi sel-sel pankreas yang melaksanakan fungsi sekresi (destruksi parenkim endokrin pankreas).

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pankreatitis kronik bergantung pada kelainan yang mungkin menjadi penyebab pada setiap pasien. Terapi ditujukan untuk mencegah serta menangani serangan akut, mengurangi rasa nyeri sera gangguan rasa nyaman, dan menangani insufisiensi eksokrin serta endokrin yang terdapat pada pankreatitis.
Nyeri dan gangguan rasa nyaman pada badomen diatasi dan dicegah dengan penggunaan metode nonopioid untuk mengatasi nyeri. Selaian itu, pasien dan keluarganya juga ditekankan tentang pentingnya menghindari alkohol serta makanan lain yang oleh pasien sendiri dirasakan cenderung menimbulkan nyeri dan gangguan rasa nyaman pada abdomen. Kenyataannya, tidak ada bentuk terapi lain yang dapat meredakan rasa nyeri tersebut jika pasien sendiri terus menerus mengkonsumsi alkohol dan hal ini harus ditegaskan pada pasien.
Diabetes melitus yang terjadi akibat disfungsi sel-sel pulau Langerhans pankreas dapat diatasi dengan diet, pemberian insulin atau obat-obatan hipoglikemia oral. Bahaya hipoglikemia yang berat akibat penggunaan alkohol harus ditekankan pada pasien dan anggota keluarganya. Terapi pengganti enzim pankreas diperlukan bagi pasien yang menderita malabsorpsi dan steatore.
Pembedahan umumnya dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen serta gangguan rasa nyaman, memulihkan drainase sekresi pankreas dan mengurangi frekuensi serangan pankreatitis akut. Tindakan bedah yang akan dilakukan tergantung pada kelainan anatomis dan fungsional pankreas yang mencakup lokasi penyakit di dalam pankreas, keberadaan penyakit diabetes, insufisiensi eksokrin, stenosis bilier dan pseudokista pankreas.
Pankreatikojejunostomi dengan anastomosis side-to-side atau penyambungan duktus pankreatikus dengan jejunum memungkinkan drainase sekresi pankreas kedalam jejunum.

II. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Riwayat kesehatan difokuskan pada karakteristik nyeri abdomen serta adanya gangguan rasa nyaman yang dialami pasien. Munculnya rasa nyeri, lokasi dan hubungannya dengan makan dan konsumsi alkohol serta hasl berbagai upaya yang dilakukan pasien untuk mengurangi rasa nyeri perlu dicatat. Status cairan serta nutrisi pasien dan riwayat serangan batu empedu serta konsumsi alkohol harus dikaji. Riwayat masalah gastrointestinal, yang mencakup mual, muntah, diare dan pengeluaran feses yang berlemak harus ditanyakan. Pemeriksaan abdomen harus dilakukan untuk mengkaji rasa sakit, nyeri tekan, ketegangan muskuler dan bising usus. Adanya abdomen yang kaku seperti papan atau yang lunak harus dicatat. Status pernapasan, frekuensi dan corak pernapasan serta suara pernapasan harus dikaji. Suara napas yang normal, suara tambahan, dan hasil-hasil perkusi dada yang abnormal, termasuk suara pekak pada basis paru dan taktil fremitus yang abnormal juga harus didokumentasikan.
Status emosional serta psikologis pasien dan anggota keluarganya serta upaya mereka untuk mengatasinya harus dikaji karna mereka sering merasa takut dan cemas mengingat beratnya gejala pasien serta sakit yang dideritanya.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien dengan Pankreatitis adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas, duktus bilier, kontaminasi kimia pada permukaan peritoneal oleh eksudat pankreas/autodigestif oleh pankreas. Ditandai dengan: keluhan nyeri, focus pada diri sendiri, wajah meringis, perilaku distraksi/tegang.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kebilangan berlebihan, peningkatan ukuran dasar vaskuler, gangguan proses pembekuan, perdarahan.Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, penurunan pemasukan oral, pembatasan diet, kehilangan enzim pencernaan dan insulin.Ditandai dengan: keluhan pemasukan makanan tidak adekuat, enggan makan, keluhan gangguan sensasi pengecap, penurunan berat badan.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama: statis cairan tubuh, gangguan peristaltik, perubahan pH pada sekresi. Defisiensi nutrisi. Ditandai dengan: tidak dapat diterapkan adanya tanda dan gejala.

C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan obstruksi pankreas, duktus bilier, kontaminasi kimia pada permukaan peritoneal oleh eksudat pankreas/autodigestif oleh pankreas.
Tujuan:
a. Mengatakan nyeri hilang/terkontrol.
b. Mengikuti program terapeutik.
c. Menunjukkan penggunaan metode yang menghilangkan nyeri
Intervensi
a. Selidiki keluhan verbal nyeri, lihat lokasi dan intensitas khusus (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang meningkatkan dan menghilangkan nyeri.
R/ nyeri sering menyebar, berat dan tidak berhubungan pada pankreatitis akut atau perdarahan. Nyeri berat sering merupakan gejala utama pada pasien pankreatitis kronik. Nyeri tersembunyi pada kuadran kanan atas menunjukkan keterlibatan kepala pankreas. Nyeri pada kuadran kiri atas diduga keterlibatan ekor pankreas. Nyeri terlokalisir menunjukkan terjadinya pseudokista atau abses.
b. Pertahankan tirah baring selama serangan akut. Berikan lingkungan tenang.
R/ menurunkan laju metabolik dan rangsangan/sekresi GI, sehingga menurunkan aktivitas pankreas.
c. Ajarkan teknik relaksasi.
R/ meningkatkan relaksasi dan memampukan pasien untuk memfokuskan perhatian; dapat meningkatkan koping.
d. Pertahankan lingkungan bebas makanan berbau.
R/ rangsangan sensoridapat mengaktifkan enzim pankreas, meningkatkan nyeri.
e. Berikan analgesik pada waktu yang tepat (lebih kecil, dosis lebih sering).
R/ nyeri berat/lama dapat meningkatkan syok dan lebih sulit hilang, memerlukan dosis obat lebih besar, yang dapat mendasari masalah/komplikasi dan dapat memperberat depresi pernapasan.
f. Pertahankan perawatan kulit, khususnya pada adanya aliran cairan dari fistula dinding abdomen.
R/ enzimpankreas dapat mencerna kulit dan jaringan dinding abdomen, menimbulkan luka bakar kimiawi.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kebilangan berlebihan, peningkatan ukuran dasar vaskuler, gangguan proses pembekuan, perdarahan.
Tujuan: mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, nadi perifer kuat, dan secara individu mengeluarkan jumlah urin adekuat.
Intervensi
a. Awasi TD.
R/ perpindahan cairan, perdarahan, dan menghilangkan vasodilator (kinin) dan factor depresan jantung yang dipicu oleh iskemia pankreas dapat menyebabkan hipertensi berat. Penurunan curah jantung/perfusi organ buruk sekunder terhadap episode hipotensi dapat mencetuskan luasnya komplikasi sistemik.
b. Ukur masukan dan haluaran termasuk muntah/aspirasi gaster,diare. Hitung keseimbangan cairan 24 jam.
R/ indikator kebutuhan penggantian/keefektifan terapi.
c. Catat warna dan karakter drainase gaster juga pH dan adanya darah.
R/ resiko perdarahan gaster tinggi.
d. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ penurunan berat badan menunjukkan hipovolemia; namun edema, retensi cairan dan asites mungkin ditunjukkan oleh peningkatan atau berat badan stabil.
e. Catat turgor kulit, kulit/membrane mukosa kering, keluhan haus.
R/ indikator fisiologis lanjut dari dehidrasi.
f. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi dan irama. Awasi/catat perubahan irama.
R/ perubahan jantung/distritmia dapat menunjukkan hipovolemia dan/atau ketidakseimbangan elektrolit, umumnya hipokalemia/hipokalsemia.
Kolaborasi
g. Berikan penggantian cairan sesuai indikasi.
R/ pilihan cairan pengganti kurang penting pada kecepatan dan keadekuatan perbaikan volume.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah, penurunan pemasukan oral, pembatasan diet, kehilangan enzim pencernaan dan insulin.
Tujuan:
a. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan bilai laboratorium normal.
b. Tidak mengalami malnutrisi.
c. Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan da/atau mempertahankan beratbdan normal.
Intervensi
a. Kaji abdomen, catat adanya/karakter bising usus, distensi abdomen, dan keluhan mual.
R/ disetensi abdomen dan atoni usus sering terjadi, mengakibatkan penurunan/tidak adanya bising usus.
b. Berikan perawatan oral.
R/ menurunkan rangsangan muntah dan inflamasi/iritasi membran mukosa kering sehubungan dengan dehidrasi dan bernapas dengan mulut bila NG dipasang.
c. Observasi warna/konsistensi/jumlah feses dan bau.
R/ steatore terjadi karna pencernaan lemak tidak sempurna.
d. Catat tanda peningkatan haus dan berkemih atau perubahan mental dan ketajaman visual.
R/ mewaspadakan terjadinya hiperglikemia karna peningkatan pengeluaran glukagon (kerusakan sel alfa) atau penurunan pengeluaran insulin (kerusakan sel beta).
Kolaborasi
e. Pertahankan status puasa dan penghisapan gaster pada fase akut.
R/ mencegah ransangan dan pengeluaran enzim pankreas bila kimus dan asam HCL masuk ke duodenum.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama: statis cairan tubuh, gangguan peristaltik, perubahan pH pada sekresi. Defisiensi nutrisi.
Tujuan:
a. Meningkatkan waktu penyembuhan, bebas tanda infeksi.
b. Tidak demam.
c. Berpartisipasi pada aktivitas untuk menurunkan resiko infeksi.
Intervensi
a. Gunakan tehnik aseptik ketat bila mengganti balutan bedah atau bekerja dengan infus kateter/selang. Ganti balutan dengan cepat.
R/ membatasi sumber infeksi, dimana dapat menimbulkan sepsis pada pasien.
b. Tekankan pentingnya mencuci tangan dengan baik.
R/ menurunkan resiko kontaminasi silang.
c. Observasi frekuensi dan karakteristik pernapasan, bunyi napas. Catat adanya batuk dan produksi sputum.
R/ akumulasi cairan dan keterbatasan mobilitas mencetuskan infeksi pernapasan dan atelektasis. Akumulasi cairan asites dapat menyebabkan peningkatan diafragma dan pernapasan abdomen dangkal.
d. Dorong posisi sering, napas dalam dan batuk
.R/ meningkatkan ventilasi segmen paru dan meningkatkan mobilitas sekresi.
e. Observasi adanya demam dan distress pernapasan berhubungan dengan ikterik.
R/ ikterik kolestatik dan penurunan fungsi paru mungkin tanda pertama sepsis dari organisme gram negatif.
f. Kaji adanya peningkatan nyeri abdomen, kekakuan nyeri tekan, penurunan/tidak adanya bising usus.
R/ diduga peritonitis.

D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
E. Evaluasi
1. Nyeri dapat teratasi dengan kriteria klien mengatakan nyeri hilang/terkontrol dan mengikuti program terapeutik.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan tidak terjadi dengan kriteria klien mampu mempertahankan hidrasi adekuat dengan tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, nadi perifer kuat, dan secara individu mengeluarkan jumlah urin adekuat.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan kriteria klien mampu menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan bilai laboratorium normal dan tidak mengalami malnutrisi.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi tidak terjadi dengan kriteria klien bebas tanda infeksi.

Thursday, June 2, 2011

Laporan Pendahuluan

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).

B. Etiologi
1. Diabetes tipe I :
o Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
o Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
o Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
o Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
o Obesitas
o Riwayat keluarga
C. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak. Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
D. Patofisiologi
Pada diabetes mellitus terjadi defesiensi insulin yang disebabkan karena hancurnya sel – sel beta pankreas karena proses outoimun. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah yang menimbulkan hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tiak dapat mengabsobsi semua sisa glukosa yang akhirnya dikeluarkan bersama urine (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan kedalam urine, ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebutdiuresis osmotik.
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan simpanan kalori yang menimbulkan kelelahan, kegagalan pemecahan lemak dan protein meningkatkan pembentukan badan keton, merupakan produksi, disamping pemecahan lemak oleh badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbagan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic menimbulkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas bau aseton. Bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bagkan kematian.
Pada DM tipe II masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi permintaan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipeII. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas akibat DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetika tadak terjadi pada DM tipe II, paling sering terjadi pada usia > 30 tahun.
Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes antara lain: pembuluh – pembuluh kecil (mikroagiopati), pembuluh – pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetic yang menyerang kapiler, arterial retina, glomerulus ginjal, syaraf – syaraf perifer, otot – otot kulit. Makroangiopati mempunyai gambaran berupa arterosklerosis. Pada akhirnyan akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Kalau ini mengenai arteri – arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufusuensi vaskuler perifer yang di sertai ganggren pada ekstrimitas.
E. Anamnesa
1. Pengkajian.
Mengumpulkan data pasien DM baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawancara, observasi dan dokumentasi secara biopsikososial dan spiritual.
a. Identitas klien.
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, no.register RS, Diagnosa medis, penanggung jawab.
Keluhan utama.
Biasanya pasien datang dengan keluhan : pusing, lemah, letih, luka yang tidak sembuh.
b. Riwayat penyakit sekarang.
• perubahan pola berkemih.
• Pusing.
• Mual, muntah.
• Apa ada diberi obat sebelum masuk RS.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Apakah pasien punya penyakit DM sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga.
Tanyakan pada pasien apa ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti yang di derita pasien.
e. Pemeriksaan fisik.
• Keadaan umum : penampilan, tanda vital, kesadaran, TB, BB.
• Kulit : keadaan kulit, warnanya, turgor,edema, lesi, memar.
• Kepala : keadaan rambut, warna rambut, apa ada massa.
• Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana reaksi pupil terhadap cahaya, apakah menggunakan alat bantal.
• Hidung : strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi penciuman.
• Telinga : strukturnya, apa ada cairan keluar dari telinga, peradangan, nyeri.
• Mulut : keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada gangguan menelan.
• Leher : keadaan leher, kelenjar tiroid.
• Dada/pernapasan/sirkulasi : bentuk dada, frekuensi napas, apa ada bunyi tambahan, gerakan dinding dada.
• Abdomen : struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising usus, apa ada nyeri tekan.
f. Kebutuhan biologis.
• Nutrisi : pola kebiasaan makanan,
jenis makanan / minuman.
• Eliminasi : pola, frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi (BAK/BAB ).
• Istirahat / tidur : kebiasaan tidur selama di rumah dan RS.
• Aktivitas : Apakah terganggu atau terbatas, faktor yang memperingan atau memperberat, riwayat pekerjaan.
g. Riwayat psikologis.
Bagaimana pola pemecahan masalah pasien terhadap masalahnya demikian juga keluarga.
h. Riwayat sosial.
Kebiasaan hidup, konsep diri terhadap masalah kesehatan, hubungan dengan keluarga, tetangga, dokter, perawat.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kadar glukosa darah sewaktu
• Plasma vena :
o <100 o 100 - 200 = belum pasti DM o >200 = DM
• Darah kapiler :
o <80 o 80 - 100 = belum pasti DM o > 200 = DM
Kadar glukosa darah puasa
• Plasma vena :
o <110>
o 110 - 120 = belum pasti DM
o > 120 = DM
• Darah kapiler :
o <90>
o 90 - 110 = belum pasti DM
o > 110 = DM

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).
G. Pengelolaan
Pilar Pengelolaan DM :
1. Edukasi
2. Perencanaan Makan
3. Latihan Jasmani
4. Intervensi Farmakologi

1. Edukasi

Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi.

Edukasi tersebut meliputi pemahaman tentang:
• Penyakit DM.
• Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM.
• Penyulit DM.
• Intervensi farmakologis dan non farmakologis.
• Hipoglikemia.
• Masalah khusus yang dihadapi.
• Perawatan kaki pada diabetes.
• Cara pengembangan sistem pendukung dan pengajaran keterampilan.
• Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Edukasi secara individual atau pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan Perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan evaluasi.

Masalah kaki yaitu borok di kaki dengan atau tanpa infeksi terlokalisasi atau menyerang seluruh kaki adalah dan kematian berbagai jaringan tubuh karena hilangnya suplai darah, infeksi bakteri, dan kerusakan jaringan sekitarnya merupakan masalah utama pada penderita diabetes.

Klasifikasi penyakit kaki pada penderita diabetes melitus :
• Tingkat 0 : Risiko tinggi mengalami penyakit kaki, belum ada borok.
• Tingkat 1 : Borok permukaan yang tidak terinfeksi.
• Tingkat 2 : Borok lebih dalam, sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
• Tingkat 3 : Borok dalam yang melibatkan tulang dan formasi abscess.
• Tingkat 4 : Kematian jaringan tubuh terlokalisir, seperti di ibu jari kaki, bagian depan kaki atau tumit.
• Tingkat 5 : Kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

Untuk mendiagnosis dan menangani kerusakan saraf kaki dilakukan beberapa tes antara lain pengukuran:
a. Merasakan sentuhan ringan
b. Kepekaan pada suhu
c. Sensasi pada getaran
d. Efisiensi saraf untuk mengirim pesan ke dan dari otak


Resiko tinggi mengalami masalah kaki karena diabetes, yaitu :
• Mengalami kerusakan saraf kaki.
• Mempunyai penyakit pembuluh darah di kaki.
• Pernah mepunyai borok di kaki.
• Bentuk kaki berubah.
• Adanya callus.
• Buta atau penglihatan buruk , penyakit ginjal terutama gagal ginjal kronis.
• Para lansia, terutama yang hidup sendirian.
• Orang-orang yang tidak bisa menjangkau kaki mereka sendiri untuk membersihkannya.
• Kontrol kadar gula darah yang buruk.
• Berkurangnya indra perasa di kaki.

Petunjuk umum untuk mencegah borok kaki:
• Periksa kaki anda setiap hari untuk mendeteksi adanya borok sedini mungkin, apakah ada kulit retak, melepuh,bengkak, luka, atau perdarahan.
• Periksa sepatu anda baik bagian dalam ataupun luar sebelum memakainya untuk mendeteksi batu atau benda sejenis lainnya yang mungkin ada.
• Pastikan kaki anda diukur setiap kali membeli alas kaki yang baru.
• Jauhkan kaki dari udara panas, air panas, dan lain-lain.
• Pakaikan alas kaki pelindung di dalam rumah dan hindari berjalan tanpa alas kaki.
• Pakai sepatu yang bertali dan cukup ruang untuk ibu jari kaki.
• Berikan pelembab pada daerah kaki yang kering , tetapi tidak pada sela-sela jari.
• Bersihkan kaki setizp hari, keringkan dengan handuk termasuk sela-sela jari.
• Segera ke dokter bila kaki luka atau berkurang rasa.

2. Perencanaan makanan

Biasanya pasien DM yang berusia lanjut terutama yang gemuk dapat dikendalikan hanya dengan pengaturan diet saja serta gerak badan ringan dan teratur.

Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolan diabetes, meski sampai saat ini tidak ada satu pun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien. Perencanaan makan harus disesuaikan menurut kebiasaan masing-masing individu. Yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung, serat.

Faktor yang berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan makanan, dan bentuk makan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak, dan protein). Jumlah masukan kalori makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting daripada sumber atau macam karbohidratnya. Gula pasir sebagai bumbu masakan tetap diijinkan. Pada keadaan glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengkonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5 % kebutuhan kalori.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
• Karbohidrat 60 – 70 %
• Protein 10 – 15 %
• Lemak 20 – 25 %

Makanan dengan komposisi sampai 70 – 7 5 % masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari, diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh MUFA (Mono Unsurated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poli Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g / hari, diutamakan serat larut. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Pemanis buatan yang aman dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium, dan sukralose. Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi,umur , ada tidaknya stress akut, kegiatan jasmani. Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai Indeks Massa tubuh (IMT) dan rumus Broca. Indeks massa tubuh ( IMT ) dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB ( Kg ) / TB ( M2 ) • IMT Normal Wanita = 18.5 – 23.5 • IMT Normal Pria = 22.5 – 25 • BB kurang = < 18.5 BB lebih • Dengan resiko = 23.0- 24.9 • Obes I = 2.5.0 - 29.9 • Obes II = = 30.0 Penentuan Kebutuhan Kalori Kalori Basal : Laki-Laki : BB idaman ( kg ) X 30 kalori / kg = …………Kalori Wanita : BB idaman ( kg ) X 25 kalori / kg = …………Kalori Koreksi / Penyesuaian : Umur > 40 tahun : - 5 % X Kalori basal = …………Kalori
Aktivitas Ringan : + 10 % X Kalori basal = ……………Kalori
Sedang : + 20 %
Berat : +30 %
BB Gemuk : - 20 % X Kalori basal = - / +…………Kalori
Lebih : -10 %
Kurang : 20 %
Stress metabolik :10 – 30 % X Kalori basal = + ……… Kalori
Hamil trimester I& II = + 300 Kalori
Hamiltrimester III / laktasi = + 500 Kalori

Total Kebutuhan = ……… Kalori

Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002


Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
• Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu makan.
• Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman berkalori rendah lainnya pada waktu makan.
• Makanlah dengan waktu yang teratur.
• Hindari makan makanan manis dan gorengan.
• Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan.
• Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama setiap makan.
• Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus.
• Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil.
• Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil.

3. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani teratur (3 – 4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe II. Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dimaksud ialahjalan, bersepeda santai, jogging, berenang.

Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Kegiatan sehari – hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun tetap dilakukan tetap dilakukan. Batasi atau jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak seperti menonton televisi.

4. Intervensi Farmakologis

Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemik oral. Di Indonesia umumnya OHO yang dipakai ialah Metformin 2 – 3 X 500 mg sehari.
Pada pasien yang mempunyai berat badan sedang dipertimbangkan pemberian sulfonilurea.

Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut :
• Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien kurang nafsu makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati serta pengaruh interaksi sulfonilurea dengan obat-obatan lain.
• Sebaiknya digunakan digunakan sulfonyl urea generasi II yang mempunyai waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat.
• Jangan mempergunakan klorpropamid karena waktu paruhnya sangat panjang serta sering ditemukan retensi air dan hiponatremi pada penggunaan klorpropamid. Begitu pula bila ada komplikasi ginjal, klorpropamid yang kerjanya 24 – 36 jam tidak boleh diberikan, oleh karena ekskresi obat sangat berkaian dengan fungsi ginjal. Hipoglikemia akibat klorpamid dapat berlangsung lama, berbeda dengan hipoglikemi karena tolbutamid.
• Sulfonilurea dengan kerja sedang ( seperti glibenklamid, glikasid), biasanya dosis awal setengah tablet sehari, kalau perlu dapat dinaikkan 1 – 2 kali sehari.
• Dosis oral pada umumnya bila dianggap perlu dapat dinaikkan tiap 1 – 2 minggu. Untuk mencegah hipoglikemia pada pasien tua lebih baik tidak memberikan dosis maksimum.
• Kegagalan sekunder dapat terjadi setelah penggunan OHO beberapa lama. Pada kasus sperti ini biasanya dapat dicoba kombinasi OHO dengan insulin atau langsung diberikan insulin saja.
H. Teknik Pemberian Insulin
Cara pemberian insulin ada beberapa macam: a) intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah, b) intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan, c) subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut.
Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.
Salah satu insulin yang dapat menjadi pilihan untuk terapi DM yaitu LANTUS®(nama dagang) dengan nama generik insulin glargine, indikasi dari LANTUS® yaitu untuk DM tipe 1 dan tipe 2. LANTUS® dikontraindikasikan bagi pasien yang hipersensitif terhadap insulin glargine, efek samping yang mungkin terjadi yaitu nyeri pada sisi injeksi dan hipoglikemia. LANTUS® (PT Sanofi-Aventis) bisa menjadi pilihan karena insulin glargine telah diuji dan dinyatakan efektif dan aman untuk diberikan kepada kasus-kasus DM tipe 1 dan tipe 2 oleh FDA dan oleh ’the European Agency for the Evaluation of Medical Products’. LANTUS® juga memiliki keuntungan karena memberikan kenyamanan untuk pasien dengan satu kali suntikan per hari dan pasien dapat dengan mudah dan aman mentitrasi LANTUS®.
Bentuk sediaan LANTUS® yaitu (1) Cartridges: 3 ml untuk digunakan OptiPen Pro (300 IU insulin glargine), box cartridges 5 x 3 ml, (2) Vials: 10 ml vials (1000 IU insulin glargine), (3) Pre-filled pens: 3 ml Optiset pre-filled, disposable pen (pen sekali pakai) dengan nama OptiSet®, optiset 5×3 ml, incremental dose = 2 IU, max dose/inj = 40 IU. Dosis LANTUS® yaitu pasien tipe 2 yang telah diobati dengan obat hiperglikemia oral, memulai dengan insulin glargine dengan dosis 10 IU sekali sehari. Dosis selanjutnya diatur menurut kebutuhan pasien,dengan dosis total harian berkisar dari 2-100 IU.Pasien yang mau menukar insulin kerja sedang atau panjang sekali sehari menjadi insulin glargine sekali sehari, tak perlu melakukan perubahan dosis awal. Tapi jika pemberian sebelumnya dua kali sehari, maka dosis awal insulin glargine dikurangi sekitar 20% untuk menghindari kemungkinan hipoglikemia. Untuk selanjutnya dosis diatur sesuai kebutuhan pasien.
Insulin glargine adalah ’long-acting basal insulin analouge’ yang pertama kali dipergunakan dalam pengobatan DM baik tipe-1 maupun tipe-2, disuntikkan subkutan malam hari menjelang tidur. Insulin glargine tidak diberikan secara intra vena karena dapat menyebabkan hipoglikemia. Preparat ini dibuat dari modifikasi struktur biokimiawi ’native human insulin’ yang menghasilkan khasiat klinik yang baru yaitu ’delayed onset of action and a constant, peakless effect’, yang mencapai hampir 24 jam efektif. Memiliki potensi yang setara dengan insulin NPH dalam menurunkan HbA1c dan kadar glukosa darah, namun lebih aman oleh karena ’peakless effect’ tersebut dapat mengurangi kejadian hipoglikemi malam hari. Preparat ini dinyatakan efektif dan aman untuk diberikan kepada kasus-kasus diabetes melitus tipe-1 maupun tipe-2, dan mampu memenuhi kebutuhan insulin basal.
Target pengendalian glukosa darah pada penggunaan monoterapi insulin glargine pada kasus-kasus DMG mengacu pada ’American Collage of Obstetricians and Gynecologist for Women with GDM’, yaitu glukosa puasa ≤ 95 mg/dl, 2 jam pp ≤ 120 mg/dl. Hasil penelitian pada dasarnya menjelaskan bahwa insulin glargine berhasil mengendalikan glukosa darah pada kasus-kasus DMG sesuai target seperti tersebut di atas, tanpa terjadi hipoglikemi, dengan beberapa catatan sebagai berikut: (a) glukosa 2 jam pp sebelum perlakuan tidak lebih dari 150 mg/dl, (b) dosis awal bervariasi 10-50 unit, disuntikkan pagi hari sebelum makan pagi, ditingkatkan 3-5 unit bertahap untuk mencapai target pengendalian glukosa darah, (c) dosis waktu partus bervariasi 18-78 unit, (d) waktu dilahirkan tidak ada bayi dengan berat badan lebih dari normal, dan tidak ada yang mengalami hipoglikemi, (e) dosis perhari dalam trimester pertama adalah 0,4-0,5 unit/kg, trimester kedua 0,5-0,6 unit/kg, dan trimester ketiga 0,7-0,8 unit/ kg.
1. Penyakit Yang Disebabkan
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[7]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.[8] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,[9][10] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.